Salam kasih dalam Yesus Kristus Tuhan kita. Ijinkanlah kali ini saya membagikan hasil refleksi/permenungan saya tentang kaul ketaatan. Tulisan ini saya buat ketika menjalani masa Promosi Panggilan Serikat Yesus Provinsi Indonesia di Jakarta . Kaul merupakan keutamaan-keutamaan Kristiani umum yang dikhususkan oleh gereja. Bicara soal kaul pasti identik dengan sosok biarawan-biarawati. Mereka adalah orang-orang yang mengucapkan kaul dan menghidupinya dalam hidup keseharian mereka. Kita mengenal ada 3 kaul: kaul kemurnian, kaul kemiskinan, kaul ketaatan. Oleh karena saya bukan biarawan-biarawati maka pada kesempatan ini saya ingin membagikan sharing saya mengenai hal ketaatan lewat pengalaman pribadi ataupun orang-orang yang saya jumpai .
Saya teringat dengan Lila anak kecil berusia 5 tahun yang tinggal dekat dengan rumah saya. Hampir setiap hari kami bertemu dan bermain. Anaknya periang,lucu,menggemaskan. Ketika dia berusia 2 -4 tahun,Lila adalah anak yang egois dan keras kepala. Dia marah ketika ada teman yang ingin meminjam mainannya. Dia juga menangis ketika tidak dibelikan mainan yang diinginkannya ataupun ketika dia ingin sekali bermain padahal sedang pilek dan tidak diperbolehkan oleh mamanya. Tetapi saat ini Lila berubah menjadi anak yang penurut. Ini tidak terlepas karena faktor orangtua terutama ibu nya yang selalu memberikan cintanya berupa bimbingan, pengertian, perhatian sehingga anak itu tidak menangis ataupun mengambek lagi.
Lila adalah contoh ketaatan terhadap orangtua. Sekarang ketika saya ingin membelikan dia es krim, dia berkata kepada saya “om fery kata mama aku tidak boleh makan es krim dulu, lagi pilek”. Dia bisa merasakan cinta orangtuanya dan oleh karnanya dia menjadi anak yang taat. Ketaatan membantu orang berkembang dan bertumbuh. Ketaatan adalah suatu tindakan yang mengubah kehidupan seseorang.
Ketaatan dalam lingkup dunia pendidikan (ketaatan terhadap para pendidik) mengingatkan saya pada sosok Pak Wahyanto guru saya waktu SMA. Beliau selalu standby jam stengah 7 pagi di lorong masuk kelas kami untuk men “disiplinkan” siswa-siswi yang telat masuk sekolah. Sempat beberapa kali saya telat dan disuruh “shoping” yaitu istilah untuk hukuman naik turun tangga, bisa sampai 100 kali. Siswa gemuk pun bisa langsung kurus seketika hehehe). Menariknya selalu ada siswa yang tidak terima kemudian nego dengan beliau sambil berkata” Pak, saya hanya telat 5 menit hukumannya 20 kali shoping aja ya pak?” tetapi beliau tetap tegas berkata “udah jalani saja gak usah nego” ,walaupun terkadang beliau juga memberikan keringanan hukuman.
Ketaatan selalu mengandung unsur normatif dan seringkali ketaatan ditantang oleh peraturan-peraturan yang jika kita langgar seringkali tidak kita terima, misalnya peraturan di sekolah yang saya ceritakan di atas. Sikap taat penting di punyai sebagai kerangka kehidupan bersama. Jika tidak taat, akan menggangu kehidupan bersama. Contohnya jika kita telat, akan menggangu proses belajar mengajar di kelas. Jika telat bangun untuk brangkat kerja itu juga bisa menggangu kehidupan bersama, langsung naik mobil atau motor dengan ngebut bisa membahayakan oranglain, belum lagi di omelin bos atau di potong gaji. Contoh lain jika kita tidak taat akan peraturan”jangan membuang sampah sembarangan”, kita membuang sampah seenaknya akan menimbulkan penyakit dan banjir yang merusak kehidupan bersama bukan hanya sesama manusia tetapi sesama alam ciptaan.
Sahabat yang terkasih, pada Tahun 2009 saya menjalani proses sebagai calon pasukan pengibar bendera pusaka. Menjadi Paskibraka membutuhkan disiplin yang tinggi ,fokus yang tinggi, serta kekompakan. Jika satu orang salah, seluruh pasukan kena hukuman. Seringkali karna beberapa teman gerakan baris-berbarisnya salah, satu pasukan kena hukuman semua. Jugabeberap kali ada yang telat ataupun salah membawa sesuatu yang ditugaskan, semua pasukan kena hukuman.
Saat itu saya melihat ketaatan di dalam paskibraka sebagai kesetiaan terhadap komando. Bisa kita bayangkan jika komandan memerintahkan kita belok kanan tapi kita belok kiri, hancurlah pasukannya. Maka, jika diperintahkan A kita harus setia melaksanakan A, jika diperintahkan B kita harus melaksanakan B. Jika tidak taat akan merugikan diri sendiri dan teman-teman kita yang lain. Kepercayaan terhadap pemimpin adalah kunci untuk selalu taat dan kompak.
Ketaatan berkaitan erat dengan iman/kepercayaan. Seperti hal nya Bunda Maria yang percaya akan bimbingan Tuhan hingga sanggup mengatakan Fiat Voluntas Tua:”terjadilah padaku menurut perkataanmu”. Kita melihat kesetiaan dan penyerahan diri total Bunda Maria terhadap kehendak Allah. Dia mengandung, melahirkan, mengasuh Yesus sampai dewasa hingga betapa pilunya melihat anaknya wafat di kayu salib, ini merupakan suatu sikap kesiapsediaan Bunda Maria dan ketaatannya terhadap Allah.
Saat saya bertanya kepada seorang teman yang masuk menjadi biarawati ordo kontemplatif saya bertanya, “kamu yakin mau jadi suster?yakin masuk ordo kontemplatif? Di sana kan kegiatannya berdoa dan bekerja di dalam biara gak boleh keluar. Yakin memilih hidup seperti itu apalagi kamu masih muda?” Dia menjawab, ” Ya gpp, aku mau seperti St. Theresia Liseux yang percaya dan mencintai Tuhan Yesus bagaikan kekasih jiawanya. Gpp, aku di dalam biara bareng Yesus, pacaran bareng Yesus, lagipula komunitas di sana suster-susternya baik-baik sekali.”
Suatu kali saya juga berjumpa dengan salah satu suster(biarawati) di Paroki saya. Dia bercerita mengenai hidup panggilannya. Kemudian saya bertanya bagaiman kehidupan keseharian menjadi suster. Lalu beliau menjelaskan bahwa rutinitas kehidupan suster seperti biarawati lainnya, berdoa pribadi/kelompok,misa setiap hari, melakukan pekerjaan tangan di dapur/kebun, juga melayani dalam pembinaan pemberian sakramen di gereja. Saya bertanya, “suster, apakah tidak bosan dengan rutinitas tersebut , apa yang mebuat suster bertahan?” Suster itu berkata, “yang membuat saya bertahan adalah kepercayaan bahwa saya sangat dicintai Tuhan dan dimampukan melakukan pekerjaanNya.”
Iman/kepercayaan adalah jalan manusia menjumpai Allah. Beriman adalah suatu petualangan, membiarkan semua kenyamanan pergi, dan suatu pembalikan cara-cara melihat kehidupan. Iman menanggapi suatu panggilan. Seperti halnya teman saya dan seorang suster yang saya ceritakan diatas, orang beriman memulai dengan memiliki kepercayaan dan menaruh kepercayaanya dalam Allah dan sabdaNya.Orang beriman mengandalkan Allah. Sedangkan ketaatan seorang beriman dalam arti tertentu merupakan deklarasi cinta kepada Allah. (Mario SJ).
Sahabat yang terkasih, Hari ini kita merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus. Salah satu orang kudus yang menjadi teladan ketaatan adalah St. Alfonsus Rodrigues yang kemarin pestanya kita rayakan. Santo bruder Alfonsus Rodrigues adalah salah satu bruder Jesuit yang sederhana. Alfonsus adalah anak pedagang wol.Ia pernah menikah namun istri dan 2 anaknya meninggal muda. Tahun 1571 ia masuk ke ordo Jesuit. Kemudian dia dikirim ke Kolose Malorca dan menghabiskan sisa hidupnya di sana. Tugasnya di situ sangat sederhana yakni membuka pintu bagi tamu, memberitahu penghuni lain bila ada tamu, dan mengerjakan hal-hal kecil sambil menjaga pintu. Selama lebih dari 40 tahun ia taat menjalani tugas. St. Alfonsus melayani dalam kesederhanaannya.
Dari kisah Santo tersebut kita bisa melihat ketaatan seorang Jesuit. Ketaatan Jesuit yakni ketaatan apostolik, yaitu ketaatan dalam rangka pelaksanaan rasuli. Ketaatan Jesuit adalah ikatan yang mempersatukan anggotanya sebagai sahabat dalam Tuhan. Maka dituntut pula sebuah kesetiaan kretif untuk menjalankan ketaatan. Disebut kreatif, karena ketaatan itu meminta dari orangnya kebebasan dan akal yang panjang. Disebut kesetiaan, karena ketaatan itu meminta tanggapan yang penuh kebesaran hati terhadap petunjuk-petunjuk pembesarnya.
Sahabat yang terkasih, kita mempunyai teladan yang unggul dan utama dalam ketaatan yaitu Yesus Kristus sendiri. Bagaimana Yesus taat kepada kehendak BapaNya sampai mati di kayu salib. Ketaatan Yesus dalam berbagai cobaan bisa kita lihat di injil Matius 4:1-11. Saat Yesus dicobai iblis, ia tetap fokus. Cobaan itu selalu datang, apakah kita sanggup bertahan seperti Yesus? Bisa gak kita bertahan dalam penderitaan? Salah satu hal penting untuk melatih sikap ketaatan kita adalah dengan berpuasa seperti halnya Yesus yang berpuasa di padang gurun. Saya sudah sedikit-sedikit mempraktikannya. Selain bisa membuat badan sedikit kurus, puasa juga bisa melatih kepekaan kita dan ketaatan kita akan kehendak Allah.
Bicara soal ketaatan terkadang mebuat saya takut. Mengapa? Karna saya bukan orang yang taat-taat banget. Lebih suka hidup seenaknya . Saya berpikir bagaimana nanti ketika saya benar-benar menjadi orang yang menjalani kaul ketaatan apakah saya sanggup? Apakah saya sanggup taat terhadap bimbingan hati nurani, taatan terhadap perintah Gereja, dan taatan terhadap Kristus padahal tawaran duniawi sekarang lebih menggiurkan?
Lebih dari rasa ketakutan itu, saya seperti mendapat kekuatan dan pencerahan dari Kristus sendiri ketika melihat kedua orangtua saya. Mereka taat dalam janji pernikahan mereka sampai saat ini. Sudah lebih dari 22 tahun mereka menghidupi suka duka hidup berkeluarga. Setia saat suka-duka, untung-malang, sehat-sakit. Dan saya menjadi bagian dari hidupi ketaatan mereka. Oleh sebab itu ketika saya takut saya hanya perlu melihat kembali pengalaman-pengalaman ketaatan yang dihidupi keluarga saya dan dari situ saya belajar memperbaharui diri menjadi orang yang lebih taat dan teratur. Bagaimana dengan anda?
Sahabat yang terkasih, bagi Ignatius dan bagi Jesuit ketaatan adalah rahmat dan anugrah. Ketaatan adalah jalan yang ditunjukan Tuhan bagi kita, dan Tuhanlah yang membuat kita mampu menempuh jalan itu dalam pelayanan kita. Ketaatan diharapkan bisa menyuburkan kemampuan kita untuk mencintai Allah dan sesame, kemampuan untuk memberi dan mengampuni, sehingga pemberian cinta ini bukan lagi cinta eros, melainkan cinta agape.
-Leonardus Fery Setiawan-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar